Maksum.web.id - Hari ini, setelah berbulan-bulan—bahkan mungkin bertahun-tahun—aku akhirnya membuka kembali dokumen kosong ini. Kursor berkedip-kedip di layar, seolah menantangku untuk mulai mengetik. Aku menarik napas dalam-dalam. "Di mana harus memulai?"
Kenapa Aku Berhenti Menulis?
Alasannya klasik:
- "Aku sibuk"
(Padahal punya waktu 3 jam sehari buat scroll Instagram.)
- "Aku nggak ada ide"
(Padahal otakku penuh curhat random kayak, "Kenapa ya Indomie telur dadar selalu bikin hidup terasa lebih adil?")
- "Aku takut tulisan jelek"
(Padahal dulu biasa posting status "Hujan-hujan enaknya tidur" tanpa malu.)
Apa yang Membuatku Kembali?
Sebenarnya sederhana: aku rindu.
- Rindu sama rasa ketika kata-kata mengalir tanpa beban.
- Rindu sama "aha moment" saat ide tiba-tiba nyemplung di kepala kayak meteor.
- Dan terutama, rindu sama diriku yang dulu—yang nulis apa aja semau jari, tanpa overthinking.
Ternyata Menulis itu Kayak Naik Sepeda
Setelah lama nggak nulis, awalnya kikuk. Seperti pertama kali naik sepeda lagi setelah 10 tahun:
- Tangan gemetar ("Harus pakai kata apa ya buat pembuka?")
- Kaki kaku ("Ini tenses-nya bener nggak sih?")
- Takut jatuh ("Nanti dibaca orang dikira tulisan anak TK gimana?")
Tapi begitu mulai… eh, ternyata otot kreatif itu masih ada. Masih bisa dikasih makan dikit-dikit.
Pelajaranku Hari Ini:
- Menulis itu nggak harus sempurna.
(Lihat saja draf pertamaku ini—berantakan, tapi existed.)
- Ide ada di mana-mana.
(Bahkan dari pertanyaan "Kenapa ya rasa kopi di gelas merah terasa beda?" bisa jadi bahan tulisan.)
- Konsistensi > Kualitas sementara.
Lebih baik nulis 100 kata yang jujur daripada 1000 kata yang dipaksa aesthetic.
Jadi, ini aku.
Kembali menulis dengan tangan yang masih gemetar, tapi dengan senyum lega. Karena akhirnya, aku mulai lagi.
"Selamat datang pulang, kata-kata." ✍️
#ComebackWriter #MulaiDariManaSaja
Posting Komentar